Aspek Pemerintahan
Bila kita cermati,
terdapat 2 (dua) hal pada saat kita membahas hukum atau aturan di bidang
internet yakni infrastruktur dan konten (materi). Pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan di bidang infrastruktur, yakni peraturan hukum tentang telekomunikasi
dan penyiaran serta ketentuan tentang frekuensi radio dan orbit satelit. Sementara
itu pada bagian konten (materi), pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan
yang berhubungan dengan pemanfaatan internet sebagai media informasi antaralain
tentang perlindungan konsumen, perbankan, asuransi, hak kekayaan intelektuan,
pokok pers, ketentuan pidana perdata (kata kuncinya adalah “informasi”). Meski
berbeda, internet ternyata “tunduk” pada ketentuan hukum yang sudah ada (di
dunia nyata). Tidak satu ruanganpun di internet yang bebas dari aturan hukum.
Hukum
Privasi
Hukum Privasi merupakan
hak pemegang hak cipta yang membatasi penggandaan tidak sah atau suatu ciptaan
yang hak tersebut terbatas dan secara privasi hanya pada suatu lingkup tertentu
serta biasanya menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berkaitan dengan hal
itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan
teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara
optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di
cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial,
budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan
sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa
kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak
optimal.
Pada dasarnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) tidak dapat menjangkau semua aspek hukum dalam kegiatan atau perbuatan
hukum yang dilakukan dalam internet, tetapi dapatdidukung oleh peraturan
perundang-undangan lainnya sehingga tidak akan terjadikekosongan hukum dalam
setiap peristiwa hukum yang terjadi sebagai jalan keluar dalam penegakan
hukumnya.
Hak
Cipta
Publik beranggapan
bahwa informasi yang tersedia di internet bebas untuk di-download, diubah, dan
diperbanyak. Ketidakjelasan mengenai prosedur dan pengurusan hak cipta aplikasi
internet masih banyak terjadi. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta (“UUHC”) melindungi secara otomatis –tanpa harus mendaftar ke Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (“Ditjen HKI”)– baik desain website maupun
isi (konten) website, dari publikasi dan perbanyakan oleh pihak lain tanpa izin
pemegang hak cipta. Perlindungan hak cipta diperoleh pencipta atau penerima
hak, sepanjang desain dan konten website tersebut merupakan hasil karya yang
original.
Sebuah website dapat memuat sejumlah hak
kekayaan intelektual. Selain desain website dan konten website (dapat berupa
teks/tulisan, foto-foto, gambar-gambar, bahkan musik, video, database dan software)
yang merupakan obyek perlindungan hak cipta, elemen lain yang sering dijumpai
pada sebuah website adalah logo, nama usaha, brand/nama produk atau jasa,
simbol, slogan; nama domain; dan fitur-fitur dengan teknologi web misalnya
search engines, sistem online shopping dan sistem navigasi. Untuk logo, nama
produk/jasa (brand), icon-icon dan slogan, perlindungannya diatur oleh
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) apabila
elemen-elemen tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 ayat [1] UU Merek). Berbeda dengan hak
cipta, hanya merek-merek yang terdaftar di Ditjen HKI yang memperoleh
perlindungan hukum.
Nama domain juga
tidak termasuk obyek perlindungan hak cipta. Namun, nama domain dapat didaftarkan sebagai merek di Ditjen HKI.
Pendaftaran nama domain sebagai merek setidaknya menghalangi pihak lain memakai
dan mendaftarkan nama domain Anda sebagai merek di DItjen HKI bagi produk atau
jasa yang sejenis dengan produk/jasa yang tercantum dalam pendaftaran. Dalam
memilih nama domain sebagai alamat website juga perlu memastikan bahwa nama
domain tidak melanggar hak merek pihak lain. Jika terbukti adanya pelanggaran
hak, maka pemilik website dapat kehilangan haknya atas nama domain yang
bersangkutan akibat tuntutan hukum pemilik merek yang sah.
Sumber Online:
Rheyno Apria. 31 Maret 2018.
Lindawati. 31 Maret 2018
Komentar
Posting Komentar